Webinar PPI Dunia dan KMI Bahas Masa Depan Energi Bersih Berkelanjutan
Jakarta, 27 Juli 2024 – Webinar seri perdana DepartemenEnergi Digital, Mineral, dan Investasi Alumni Connect PPI Dunia (Asosiasi Lulusan asal Indonesia dari Kampus Luar Negeri) dan Komunitas Migas Indonesia (KMI) yang diadakan melalui YouTube PPI TV menyoroti upayapengendalian perubahan iklim dengan tetap menjaga energy security dan mengoptimalkan potensi dalam negeri. Webinar ini menarik perhatian peserta dari akademisi, birokrat, pihak BUMN, pihak swasta, aktivis, dan pengusaha sertamasyarakat pegiat energi.
Menurut Muhammad Iksan Kiat – Ketua DEMI Alumni Connect PPI Dunia, Indonesia baiknya tidak masuk dalampermainan yang dibuat negara lain yang belum tentu cocokdengan situasi dan kondisi nasional. “Negri ini punya potensi, konsentrasi dan cara dominasi sendiri. Seperti dalam balapan, kita punya rail sendiri punya momen sendiri untuk jadi game changer, dan yang penting di akhir kita jadi juara, game owner.” ujar Iksan kepada wartawan, Sabtu, 27/7/2024.
Webinar volume pertama yang bertemakan "Diversifikasi Energi dan Konsep“ Energy Addition”: Teknologi Clean Coal, Transgas Pipeline dan LNG, dan CCUS untuk Energy Mix yang Resilient, Reliable, dan Sustainable" ini menghadirkan pembicara-pembicara terkemuka dari berbagai sektor. Acara dibuka dengan sambutan dari Herry S. Putranto,Ketua Komunitas Migas Indonesia, yang menekankan pentingnya membahas isu-isu energi global dan peran sektor energi dalam menjawab tantangan perubahan iklim.
Pandangan Para Ahli
Dr. Julian A. Shiddiq, Direktur Pembinaan Program Mineral Batubara, menyatakan bahwa “Batubara masih menjadisumber energi utama dan penyangga bagi Indonesia hinggaenergi terbarukan dapat mencapai porsi yang diharapkansesuai target bauran energi nasional.
Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, batubara dapat dioptimalkan melalui inovasi teknologi untuk menggantikan pembangkit eksisting dengan pembangkit baseload EBT seperti melalui Biomass Cofiring. Selain itu, juga melalui penerapan inovasi Teknologi Batubara Bersih termasuk penerapan IGCC dan CCS/CCUS.”
Dr. Nuki Agya, Direktur Utama ASEAN Center for Energy, berpandangan bahwa “Kalau kita harus mem-phase out batubara, yang menjadi problem adalah mengurangi kapabilitas kita untuk mensecure our energy supply, karenakita memiliki abundant resources dari hidrokarbon itu sendiridan juga akan memperparah ketergantungan kita terhadap less secure energy resources." Tuturnya.
"PV dan WIND itu 90% proses produksinya berada di China. Dan kita gak cukup waktu untukmengejar ketertinggalan tersebut. Gimanapun, kalau kitapaksa produksi wind dan solar ada di Asia Tenggara misalnya, itu kita butuh 20 tahun. 20 tahun itupun belum tentu harga PV dan WIND kita jadi lebih murah karena infrastruktur di China sudah sangat-sangat sempurna untuk membuat biaya PV dan WIND sangat murah" Lanjutnya.
"Dan kalau kita tergantung teknologinyadari negara lain, berarti kita menggantungkan energy security kita terhadap negara lain, dan itu bukan merupakan salah satukategori energy security. Kita masuk dalam jebakan energy insecurity, jadi kita tidak bisa rely terhadap supply energy kitasendiri" Pungkasnya.
Dr. Ardian Nengkoda, Saudi Aramco Senior Prefoessional dan Perwakilan SPE, menambahkan dari segi oil and gas, “Beberapa skillset dari rekan-rekan industri migas bisa diaplikasikan, bisa dirubah, bisa ditransform ke renewable energy. Misalkan kepakaran di bidang pengeboran “drilling” bisa ditransformasi ke wind engineering" Jelasnya.
"Dari drilling engineer menjadi generalist engineer kemudian bisa dipake di wind engineer. Selain itu, kami dari SPE sedang membangun riset serius tentang geothermal dan siap di-scale up di seluruh dunia. Energy security factor ini tidak bisa dilepaskan dari Indonesia" Tambahnya.
"Produksi migas Indonesia misalnya hanya sekitar 550-600 ribu barrel per hari, sementara konsumsinya 1,2 juta. Dari mana nomboknya? Dari impor. Artinya Indonesia punya PR besar untuk mengisi gap tadi misalnya dari bioresource, renewable, dsb” Pungkasnya.
Dr. Anggawira, Ketua Asosiasi Perdagangan Energi dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO), menyoroti tantangan yang dihadapi pelaku usaha level medium dalam mengoptimalkan potensi yang ada.
“Ketika demand tinggi, mereka kesulitan meningkatkan produksi karena kesulitan mendapatkan pembiayaan dan butuh alat berat. Waktu yang seharusnya bisa kita optimalkan untuk meraup keuntungan jadi tidak optimal. Perusahaan kecil dan menengah biasanya tidak bisa mengakses pembiayaan lain selain perbankan" Jelasnya.
"Tapi dari perbankan sendiri sudah merah, sebaiknya dari sektor keuangan misalnya OJK dan bank-bank dapat menerapkan kebijakan yang lebih lentur, tidak menopang secara langsung tapi sub-bisnis seperti alat berat bisa mendapatkan dukungan” Pungkasnya.
Dengan demikian, Batubara tetap menjadi sumber energiutama Indonesia hingga energi terbarukan mencapai target, dengan teknologi inovatif untuk mengurangi dampaklingkungan. Penghapusan batubara mengancam keamananenergi karena ketergantungan pada sumber energi impor. Transformasi keahlian industri migas ke energi terbarukan dan dukungan kebijakan finansial fleksibel untuk usaha menengahdiperlukan.
Departemen DEMI Alumni Connect PPI Dunia akanmengadakan webinar series ini setiap bulan dengan topik-topik yang relevan dengan sektor digital, energi, mineral, dan investasi.
“Program ini bertujuan untuk melakukan edukasi, mewadahiaspirasi, dan membuka ruang diskusi antar ahli dan pemangkukepentingan serta pihak-pihak terkait. Ini adalah gerakanintelektual penta-helix untuk mengkonsolidasi berbagai peranguna mewujudkan kebijakan dan bisnis yang berdaya saingglobal dan ikut berperan sebagai bagian dari solusi dalammenghadapi perubahan iklim.” – Tutur Iksan – Lulusan asalIndonesia pertama pemegang 3 red diplom (summa cumlaude) dari kampus Rusia.
Webinar ini didukung oleh berbagai organisasi, termasukASIDA, HIPMI, SPA, WPC, IATMI, PERHAPI, dan FOKAL. Mitra media seperti Energy World, OG Indonesia, Ruang Energi, CSR, Jakarta Satu dan Listrik Indonesia juga berperandalam mempromosikan acara ini. Untuk informasi lebih lanjutdan menonton rekaman webinar, kunjungi saluran YouTube PPI TV.